Sunday, September 1, 2013

Membangun Bangsa yang Cerdas Melalui Perpustakaan



                                      Membangun Bangsa yang Cerdas
                                          Melalui Perpustakaan

                                                           Oleh: Ratna Wulandari, S.S, M.Pd*)

Dunia pendidikan benar-benar dihebohkan dengan munculnya kurikulum 2013 lengkap dengan perubahan-perubahan yang nantinya akan memberikan nuansa yang berbeda dari kurikulum sebelumnya. Mulai dari hilangnya beberapa mata pelajaran, sampai munculnya pemikiran tentang apa yang dimaksud dengan “integrated learning”. Ditambah lagi, adanya komentar-komentar miring terhadap pencetusan kurikulum 2013 itu sendiri. Akan tetapi, ada satu hal yang sering lepas dari pengamatan tentang bagaimana cara mempersiapkan bangsa kita untuk menyongsong perkembangan kemajuan jaman serta perubahan kurikulum yang lagi dan lagi. Terlepas dari kesiapan para pendidik dan peserta didik dalam menyongsong kurikulum 2013, yaitu meningkatkan pembelajaran serta membelajarkan masyarakat dengan menggunakan perpustakaan.  
Belakangan ini, secara bertahap Balai Diklat Keagamaan Surabaya telah melaksanakan diklat substantif  pengurus perpustakaan Madrasah baik negeri maupun swasta di beberapa Kankemenag, termasuk di Kankemenag Kab/Ko Blitar beberapa waktu lalu. Berawal dari diklat substantif tersebut muncullah pemikiran tentang betapa minimnya sarana prasarana yang terdapat di beberapa perpustakaan madrasah. Padahal, kita tahu bahwa Islam merupakan agama yang mengedepankan budaya membaca, hal ini bisa kita buktikan dengan melihat pada firman Allah SWT yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW melalui malaikat Jibril adalah tentang membaca (QS. Al Alaq:1-5). Selain itu, rata-rata tenaga pustakawan diambil dari tenaga guru atau pendidik di lingkungan madrasah tersebut yang sudah memiliki beban serta tanggung jawab terhadap peserta didik yang harus lebih diutamakan. Hal tersebut yang membuat pengelolaan perpustakaan menjadi kurang profesional.
Menurut Hendyat Soetopo (1982:173) perpustakaan sekolah adalah “perpustakaan yang diselenggarakan di sekolah, dimaksudkan untuk menunjang program belajar dan mengajar di lembaga pendidikan formal”. Kemudian, Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka (Bambang Hartoyo, 2012). Berdasarkan pengertian-pengertian perpustakaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan adalah suatu institusi yang menyimpan dan mengelola berbagai informasi dalam bentuk apapun untuk menunjang kebutuhan penggunanya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan jaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif.
              Pada pembukaan UUD 1945 juga disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
              Disamping itu, di dalam dunia pendidikan, buku terbukti berdaya guna dan tepat guna sebagai salah satu sarana pendidikan dan sarana komunikasi. Sehingga perpustakaan dan pelayanan perpustakaan harus dikembangkan sebagai salah satu instalasi untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Perpustakaan merupakan bagian yang vital dan besar pengaruhnya terhadap mutu pendidikan.
Pada dasarnya, tujuan dan fungsi layanan perpustakaan adalah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi melalui bahan pustaka serta membantu meningkatkan kualitas kehidupannya.  
Mungkin bagi beberapa kalangan, buku-buku di dalam perpustakaan tidak begitu menarik untuk diminati. Hal tersebut dikarenakan banyak akses yang dapat digunakan dalam mencari pengetahuan, diantaranya menggunakan akses internet seperti googling, e-book dan sebagainya. Akan tetapi, sebagai pendidik kita mungkin melupakan bahwa ada beberapa jenis pola belajar yang diminati berkaitan dengan karakteristik peserta didik. Yaitu visual, audiovisual dan kinestetik.  Jika saja kita menghadapi peserta didik dengan tipe visual maka salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah memberikan bahan pustaka yang akan menarik minat mereka. Seperti dikutip dari Child Central, tipe visual bisa menyerap pelajaran lebih baik dengan melihat. Mereka lebih suka melihat atau membaca terlebih dulu sebelum belajar hal-hal baru. Diperkirakan, sebanyak 80% pelajaran bisa dimengerti melalui penglihatannya. Membaca buku dan melihat gambar adalah cara belajar yang paling disukainya (Child Central, 2011). 
Selain itu, secara umum tujuan diselenggarakannya perpustakaan madrasah bukan hanya untuk mengumpulkan dan menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi diharapkan nantinya dapat membantu peserta didik dan pendidik di dalam menyelesaikan tugas-tugas pada proses belajar mengajar (Wiwin, 2012). Oleh sebab itu, segala bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan sekolah harus dapat menunjang proses belajar mengajar. Agar dapat menunjang proses belajar mengajar maka di dalam pengadaan buku sebagai bahan pustaka hendaknya mempertimbangkan kurikulum di sekolah/madrasah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk menyediakan buku-buku yang sesuai dengan selera pembaca, asalkan masih sesuai dengan  norma-norma yang berlaku, karena buku juga memiliki fungsi sebagai sarana rekreasi. Selera para pembaca yang dimaksud dalam hal ini adalah selera peserta didik. Adapun tujuan khusus perpustakaan di antaranya adalah mengembangkan minat untuk mencari, mengelola serta memanfaatkan informasi dengan membudayakan kebiasaan membaca dan  menulis dalam sektor kehidupan. Disamping itu, perpustakaan juga bertujuan mendidik peserta didik agar dapat memelihara dan memanfaatkan bahan bacaan secara tepat dan berhasil guna, yang nantinya juga menjadi dasar ke arah belajar mandiri untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan (Hendyat Soetopo, 1982:173).    
Untuk meningkatkan generasi yang kritis dan cerdas melalui perpustakaan, penulis menambahkan beberapa saran, di antaranya adalah mengharapkan kepada pemerintah agar lebih meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan dengan cara memperbanyak pengadaan buku-buku sebagai sumber yang bermutu dan memadai. Kemudian, diharapkan pula bagi sekolah ataupun madrasah agar memiliki buku-buku sumber dan referensi yang lengkap,  ditata secara sistematis dan teratur untuk memudahkan pemustaka (user), serta dilengkapi dengan tenaga perpustakaan (pustakawan) yang benar-benar terdidik, aktif dan kreatif. Sehingga diharapkan dapat memberikan layanan perpustakaan yang memuaskan. Adapun para pustakawan yang belum memiliki kualifikasi seperti tersebut di atas, diharapkan untuk selalu terbuka dan tanggap terhadap perubahan, perkembangan serta kebutuhan perpustakaan. Disamping itu, sebagai pemicu untuk meningkatkan minat pemustaka (user) maka perlu dihimbau kepada pendidik dan peserta didik untuk meningkatkan pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber ilmu, sumber informasi dan sumber belajar sehingga mutu pendidikan di sekolah makin meningkat. Pada akhirnya, diharapkan perpustakaan-perpustakaan di sekolah  dan di madrasah dapat dimanfaatkan secara efektif dan seefisien mungkin, agar semakin tumbuh kesadaran dan minat membaca, serta nantinya akan lebih meningkatkan kecerdasan bangsa Indonesia sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945.
Singkatnya, dengan pengelolaan perpustakan yang baik sudah dapat dipastikan bahwa perpustakaan akan dapat menyediakan sumber-sumber pustaka dan informasi yang cukup lengkap dan memadai. Dengan dimanfaatkannya perpustakaan sebagai sumber ilmu, sebagai sumber belajar dan sebagai sumber informasi oleh segenap lapisan masyarakat maka akan mendorong masyarakat memiliki ilmu pengetahuan yang cukup banyak. Sudah barang tentu dengan semakin banyaknya ilmu-ilmu yang diperoleh maka akan menyebabkan bangsa Indonesia, terutama generasi muda menjadi lebih kritis dan cerdas. Jika keadaan ini sudah tercapai maka dapat dipastikan bangsa Indonesia menjadi akan lebih meningkat kualitas sumber daya manusianya. Dengan demikian peranan perpustakaan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan dapat dirasakan manfaatnya serta keberadaannya. (*penulis adalah guru Bahasa Inggris dan pustakawan di  MIN Gedog Kota Blitar)

Thursday, February 14, 2013

Integrating the Four Language Teaching



Integrating the Four Language Skills
Whole Language Approach:
          Language is not the sum of its many discrete parts.

ADVANTAGES
1.     It exposes ESL/EFL learners to authentic language and challenges them to interact naturalistically in the language.
2.    Learners rapidly gain a true picture of the richness and complexity of the English language used for communication.
3.    It stresses that English is a real means of interaction and sharing among people.
4.    It helps teachers to track students' progress in multiple skills at the same time.
5.    It promotes the learning of real content, not just the dissection of language forms.
6.    It can be highly motivating to students of all ages and backgrounds.
                (Oxford, 2000)

*MODELS:
1. Content-based Instruction (L2 is simply a medium of instruction), e.g. using
    English in teaching biology in RSBI classes.
2. Task-based LanguageTeaching (Focuses on the functional purposes for which  
      language must be used. Sources: narratives in Extensive reading classes,
       cartoon strips, poems, songs, menus; tasks classify, order; drama activities, 
       etc.). Example: “Who gets the heart” (ranking activity)
3. Theme-based/Topic-based Instruction (weaker version of content-based),
     e.g. 1984/1994 curriculums: health, technology, etc. Language is still the main
     focus of the teaching-learning process. For example, under the theme
     “health” for SMP students, we can take a text about students planning to see
     their classmate who is in hospital because of DB, followed by tips to protect
     ourselves from DB, producing posters, etc.
4. Experiential Learning (“Learning by Doing”, inductive learning, often
    psychomotoric), e.g. making something using English (procedure texts), English
    courses in the workplace such as in offices, role-play, CTL-“neighborhood
    walk”, information reporting, young learners producing a text together based
    on a picture of a cat, for example.

Some Types of CL Techniques that Work



Some Types of CL Techniques that Work
  1. Jigsaw
    This type involves four to six members in a team working on material that has been broken down into sections. Each “home team” member reads his or her section. Then, members of different home teams who have studied the same sections meet in “expert groups” to discuss their section. Next, the students go back to their home teams and take turns teaching their teammates about their sections.
  2. Jigsaw II
Unlike Jigsaw, students work in groups of four in a team working on the same material. Each member of the team has a different job to do concerning the material. For example, if there are 12 comprehension questions, student A does questions 1-3, student B questions 4-6, student C questions 7-9, and student D questions 10-12. Then, members of different home teams who have answered the same questions meet in “expert groups” to discuss their answers. Next, the students go back to their home teams and take turns teaching their teammates about their answers.
  1. Learning Together
    In this CL activity, the students are organized into teams that include a cross-section of ability levels. Each team is given a task or project to complete, and each team member works on a part of the project that is compatible with his or her own interests and ability. The intent is to maximize strengths of individual students to get a better overall group effect. Final assessment is based on the quality of the team’s performance.
  2. Numbered Heads Together
    In this CL type, students number off in teams, e.g. 1-2-3-4. As soon as the teacher finishes asking a question, the students in the teams literally put their heads together to make sure everyone knows the answer. The teacher calls a number. Students with that number raise their hands to be called on, as in traditional classrooms.
  3. Roundtable/roundrobin
    In a roundtable activity, a student in turn writes one answer as a piece of paper and a pencil are passed around the group. With roundrobin, the students say the words orally.
    Roundtable-roundrobin dictation
    Students work in groups of 4, each takes turn reading a sentence and all must write. When finished, peer correction is done by each of the team reading and correcting the others’ work.
  4. Think-Pair-Share/Think-Pair-Square
    Students think to themselves on a topic provided by the teacher; then they pair up with another student to discuss it. They then share with the class their thoughts.
In Think-Pair-Square students (1) think to themselves, then share with a partner to discuss the problem. After that they share with another group, so the two pair together become a square.
7.    One Stay-Three Stray
 The students form groups of four. Given a task such as a ranking or problem- solving task, the students discuss in groups. When finished, three students (“strayers”) go to different groups to learn results of discussion; one (“a stayer”) stays to tell his group’s results to strayers from other groups coming to him. Finally, the “strayers” return to their home groups and discuss their findings. Groups might want to change or improve the results of their discussion.
  1. Flip it!
    This is a picture description technique that can be generalized to any type of discussion. The key is that everyone has an equal amount of time to contribute to the discussion.
    Students  work in pairs. Each pair has a picture, including going beyond what can be seen to hypothesize about the people in the picture. Then, the teacher says, “Flip it!” and the other partner continues the description. This procedure repeats several times. Finally, students are randomly selected to share their pair’s description with the class.
  2. Graffiti
    The teacher and the class decide on a theme. The students work in groups of four; each group write a statement or a question on the theme. This is written at the top of a large sheet of poster/chart paper. Groups take turns adding responses to other groups’ statements and questions. At the end of the activity, groups review the responses they have received from other group.
  3. Strip Stories
    Students work in groups of 4-5. Each member has one or more strips of paper on which are written sentences from a text. Students read but do not show their strips to group mates. The group uses their knowledge of language and content to put the strips into a correct order.
  4. The Five Friends
    Students work in groups of four. The students take turns reading and answering the clues which are looped and linked in an intricate way. Students record information on the worksheet next to the appropriate person and category. If their answers are accurate, their will be four blank spaces in the table. Figure A lists 19 clues for students. The students’ worksheet (Figure B) is an empty chart with the four questions listed after it. After filling in the blank spaces, the students will know the answers to the four questions.
  5. Paired Storytelling
    A narrative text is divided into two parts. Students work in pairs; each member is assigned different segments of the text. After they read their own parts, they jot down key concepts found in the part. Each student is to list the key words/phrases in which they appear in the text. Then they exchange the list and relate the clues to the story part they have read. Each student develops and writes his/her own version of the story’s missing part. When they finish, they may read the original version of the whole story and conclude the lesson with a discussion.